A.Pengertian Periklanan
Pengertian tentang iklan dan periklanan dapat kita temui di hampir semua
kepustakaan iklan, periklanan dan pemasaran. Iklan adalah segala bentuk pesan
tentang suatu produk yang disampaikan lewat media dan dibiayai oleh pemrakarsa
yang dikenal serta ditujukan kepada sebagaian atau seluruh masyarakat. Dari
definisi diatas, jelas terlihata adanya empat unsur yang menentukan atau
membentuk iklan, yaitu :
1. Pemrakarsa
2. Pesan
3. Media
4. Masyarakat
Penjabaran definisi diatas ternyata sejalan dengan Model Komunikasi SMCR
dan Lasswell yang unsur-unsurnya adalah :
Unsur-unsur Komunikasi
|
Model SMCRE
|
Model Lasswell
|
Tata Krama dan Tata Cara Periklanan Indonesia
|
Komunikator
|
Source
|
Who
|
Pemrakarsa yang dikenal
|
Pesan
|
Message
|
Says what
|
Pesan tentang suatu produk
|
Media
|
Channel
|
Which channel
|
Disuatu Media
|
Khalayak
|
Receiver
|
To Whom
|
Ditujukan kepada masyarakat
|
Efek
|
Efect
|
With what effect
|
Untuk tujuan tertentu
|
Dengan demikian jelas, bahwa iklan merupakan pula suatu komunikasi. Ia
melibatkan produsen sebagai Komunikator, fisik iklan itu sendiri sebagai unsure
Pesan, media sebagai Saluran dan khalayak sebagai publik yang ditujunya. Dengan
demikian, model komunikasinya menjadi :
Produsen
> Iklan > Media > Khalayak > Sasaran
Para praktisi periklanan Indonesia juga menyatakan sepakat bahwa,
periklanan adalah keseluruhan proses yang meliputi penyiapan, perencanaan,
pelaksanaan dan pengawasan penyampaian iklan.
2.Sejarah Periklanan
SEJARAH PERIKLANAN DI INDONESIA
sumber:
ceritaadvertising.wordpress.com
Riwayat
Iklan: Dari banner hingga portal banner
Darimana
sejarah iklan bermula? Iklan adalah fenomena kontemporer abad 20, namun cikal
bakal periklanan sesungguhnya sudah ada sejak berabad-abad lalu. Periklanan
dalam arti sederhana diawali ketika orang mulai hidup pada kelompok-kelompok
kecil dan mencoba mempengaruhi orang lain untuk membeli barang komoditas
sehari-hari. Selanjutnya periklanan semakin meluas berkat pengembangan teknologi
mesin cetak di Eropa pada tahun 1455 dan gelombang Revolusi Industri pada abad
18 yang mempercepat akses bisnis dan memperluas pasar industri.
Dalam
masyarakat modern, iklan diartikan sebagai salah satu bentuk informasi terbaru
kepada konsumen mengenai berbagai komoditas dan dorongan-dorongan kebutuhan
tertentu yang bertujuan untuk menjaga tingkat produksi (Konig; dalam Schudson,
1986: 196). William F Arens (1999: 7) mendefinisikan iklan sebagai struktur
informasi dan susunan komunikasi nonpersonal yang biasanya dibiayai dan
bersifat persuasif, tentang aneka produk (barang, jasa dan gagasan) oleh
sponsor yang teridentifikasi melalui berbagai macam media. Frank Jefkins dalam
bukunya Advertising (1997) mengelompokkan ragam iklan menjadi tujuh kategori,
yakni (1) iklan konsumen, (2) iklan bisnis ke bisnis atau iklan antarbisnis,
(3) iklan perdagangan, (4) iklan eceran, (5) iklan keuangan, (6) iklan
langsung, dan (7) iklan lowongan kerja.
Dunia
periklanan mengalami perkembangan pesat setelah besinergi dengan teknologi
Sepanjang abad 20, periklanan muncul pada lima media utama yaitu; suratkabar,
majalah, radio, televisi, dan media outdoor (billboard-sebagian orang
menyebutnya reklame). Meski kelima media ini tetap bisa menjangkau jumlah besar
orang, namun saat ini lebih banyak pilihan tersedia. Pada tahun 1920-an, radio
sebagai wahana iklan semakin menguat dan memunculkan para pengiklan melalui
siaran radio. Puncak booming iklan di radio terjadi pada tahun 1926, ketika RCA
membeli jaringan radio seperti AT&T, termasuk WEAF di New Jersey dan
mendirikan Perusahaan Siaran Nasional. Munculnya radio jaringan menciptakan
iklan yang sangat efektif untuk menyampaikan pesan di seluruh negara bagian
secara simultan.
Pada
masa Perang Dunia II, televisi muncul sebagai wahana untuk menyampaikan iklan,
khususnya setelah pendirian jaringan televisi nasional di Amerika pada tahun
1948. Televisi dengan cepat menjadi media baru yang menyaingi media lain
sebagai alat bagi pengiklan dengan skala nasional. Kombinasi dari suara dan pandangan
memberi warna bagi para pengiklan untuk menarik minat jutaan penonton televisi
dengan cara yang dramatis.
Perkembangan
selama satu dekade terakhir yang paling revolusioner adalah iklan lewat
teknologi internet dan mobile (mobile adverstising). Salah satu aspek yang
paling menarik dari internet dan mobile adalah kemampuan interaktifnya. Iklan
interaktif memungkinkan respon langsung dari pelanggan terhadap iklan yang
disampaikan. Fenomena ini melahirkan integrated marketing communication (IMC)
yang mendukung penggunaan semua saluran komunikasi kepada pengiklan. Dengan
kata lain, IMC merupakan praktik dari integrasi semua alat komunikasi.
Periklanan
di Indonesia: dari Masa ke Masa
Menurut
Bondan Winarno dalam buku ”Rumah Iklan”, sejarah periklanan di Indonesia lahir
seiring sejarah kelahiran suratkabar. Koran pertama milik Belanda Bataviaasche
Nouvelles, saat terbit sebagian besar isinya adalah iklan tentang perdagangan,
pelelangan, dan pengumuman resmi pemerintah Hindia Belanda. Iklan suratkabar
waktu itu umumnya menampilkan produk-produk yang dikonsumsi masyarakat kelas
atas. Sebuah toko P&D (provisien en drunken = kebutuhan makan dan minum)
misalnya, mengumumkan lewat suratkabar tentang kedatangan kapal dari Negeri
Belanda yang membawa mentega dan keju stok baru. Cerutu dan bir juga merupakan
komoditas impor pada masa itu, dan sering diiklankan di suratkabar (Winarno,
2008: 10).
Pada
masa itu perusahaan periklanan terbesar adalah Aneta. Aneta bahkan sempat
mendatangkan tiga orang tenaga spesialis periklanan dari Belanda. Mereka adalah
F. Van Bemmel, Is van Mens, dan Cor van Deutekom yang didatangakan atas sponsor
BPM (Bataafsche Petroleum Maatsschappij), perusahaan minyak terbesar saat itu
dan General Motors yang perlu mempromosikan produk-produk mereka (Winarno,
2008: 10).
Menurut
Winarno (2008: 11-12), etnis Tionghoa yang terlibat dalam bisnis media cetak di
Indonesia juga mengembangkan bidang periklanan. Yap Goan Ho misalnya, seorang
yang bertahun-tahun bekerja sebagai copywriter di perusahaan periklanan dan
suratkabar De Locomotief (Semarang), akhirnya mendirikan perusahaan sendiri di
Jakarta. Perusahaaannya dikontrak secara khusus oleh suratkabar berbahasa
Melayu, Sinar Terang, dengan tujuan untuk mendatangkan iklan bagi suratkabar.
Orang-orang pribumi juga turut mewarnai perkembangan industri periklanan di
tanah air, seperti R.M Tirto Adisoerjo (Medan Prijaji), Tjokroaminoto (Sinar
Djawa), M. Sostrosijoto (Medan Moeslimin), Abdoel Moeis (Neratja),
Hendromartono (Mardi Hoetomo), S. Soemodihardjo (Economic Blad), dan lain-lain.
Setelah
merdeka, dasawarsa tahun 1970-an merupakan kebangkitan periklanan modern
Indonesia setelah sekian lama ditelan oleh gejolak politik yang melumpuhkan
berbagai sektor ekonomi. Pada masa itu perusahaan-perusahaan multinasional masuk
Indonesia memanfaatkan kebijakan baru di bidang Penanaman Modal Asing. Maraknya
produk-produk yang diluncurkan ke pasar oleh industri bermodal asing ini
membuka peluang bagi dunia periklanan untuk beroperasi. Demikian juga
media-media untuk beriklan semakin marak.
InterVista
adalah salah satu perusahaan periklanan yang cukup berperan penting dalam
sejarah periklanan Indonesia. Pendirinya, Wicaksono Nuradi, dianggap sebagai
perintis periklanan di tanah air. Ia mendirikan InterVista pada tahun 1963. Selain
InterVista, Matari yang didirikan oleh Ken Sudarto pada tahun 1971 dan masih
sukses hingga saat ini juga merupakan legenda biro iklan lokal yang lahir
bertepatan dengan booming di sektor periklanan tahun 70-an dan mengilhami
berdirinya perusahaan periklanan lainnya, baik yang murni lokal, maupun yang
berbentuk perusahaan multinasional.
Dari
sisi teknologi, dasawarsa 1970-an, merupakan periode transisi dari teknologi
cetak tinggi (press printing) menjadi teknologi cetak offset. Dengan sistem
cetak tinggi yang memakai media timah, materi iklan cetak juga berbentuk plat
timah yang ditempelkan pada sebidang papan kayu. Di masa itu, plat ini dikenal
dengan nama “klise”. Saat era transisi antara teknologi cetak dengan offset,
sempat muncul pula teknologi pengganti media timah dengan palstik nilon.
Teknologi ini disebut nyloprint. Tetapi demam offset agaknya membuat nyloprint
tidak bertahan lama (Winarno, 2008: 42). Kemunculan teknologi offset mengubah
cara penyiapan materi iklan, tetapi cara pembuatan artwork masih tetap asma,
sampai era komputer menggantikannya pada akhir tahun 1980-an. Hadirnya komputer
dengan segala kecanggihan dan kemudahan membuat dunia periklanan semakin
berkembang karena mampu bersinergi dengan teknologi.
Pada
dasawarsa 1970-an, sangat terasa kemitraan yang sangat kental antara perusahaan
periklanan dan media cetak. Bagi suratkabar, iklan adalah ujung tombak bagi
kelangsungan hidup. Keterlibatan surat kabar sebagai agen publikasi sangat
terkait dengan kebutuhan riil berupa pendapatan (income) untuk menutup biaya
produksi. Salah satu indikator ini adalah kenyataan bahwa 60–70% pendapatan
media diorientasikan berasal dari iklan (Rahayu, 2001: 78). Orientasi ini
disebabkan jumlah pendapatan iklan jumlahnya jauh lebih besar bila dibandingkan
hasil penjualan oplah surat kabar. Pendapatan iklan yang besar otomatis akan
membantu menutup biaya produksi dan menyebabkan harga berlangganan menjadi
lebih murah (Yusuf, 2001: 145)
Sebelumnya
iklan di televisi (dalam hal ini TVRI) sempat menjadi primadona selain
suratkabar, namun dengan kematian iklan televisi pada tahun 1981 yang ditandai
dengan penghentian ”Manasuka Siaran Niaga” , giliran radio menuai hasilnya.
Tahun 1981-1988 adalah zaman keemasan radio swasta memperoleh iklan sampai
akhirnya pada tahun 1988 RCTI membuka ruang bagi kelahiran televisi swasta lain
yang sangat berpengaruh pada peta periklanan di Indonesia.
Kurang
lebih sepuluh tahun kemudian, berbarengan dengan berbagai krisis yang terjadi
di tanah air, terjadi deregulasi pada dunia pertelevisian dengan munculnya SK
Menpen No. 286/1999 dan Izin Frekuensi dari Direktorat jenderal Pos dan
Telekomunikasi. Dari kebijakan ini, televisi swasta terus bermunculan disusul
berdirinya televisi-televisi daerah. Meski televisi daerah belum mamapu memperoleh
banyak pengiklan, namun televisi-televisi besar (yang waktu itu disebut
televisi swasta nasional) benar-benar mengeruk kue iklan dalam jumlah yang
sangat besar dibanding media lain.
Selain
itu, pada tahun 1994, masyarakat juga mulai mengenal media televisi kabel
dengan diawalinya layanan Indovision. Indovision menyewa frekuensi di C-band
untuk transponder dan sistem broadcasting dari satelit PALAPA C-2. Kemudian,
Indovision meluncurkan sendiri satelit INDOSTAR-1 yang kemudian berganti nama
menjadi CAKRAWARTA-1. Satelit inilah yang membuat kemampuan migrasi dari sistem
analog ke sistem digital. Dalam perkemangan berikutnya, Indovisian sebagai
penyedia layanan televisi kabel mendapat pesaing, yaitu Kabelvision (1999) dan
Astro (2006).
Periklanan
Indonesia di dunia Cyber: Kasus Portal Detik.Com
Maraknya
Internet Sebagai media baru yang marak pada tahun 1998 juga memberi warna baru
bagi periklanan di Indoensia. Di Indonesia, fenomena iklan di internet dapat
dijelaskan dari sejarah iklan di Detik.com. Menurut Yusuf dan Supriyanto
(Jurnal Komunikasi, 2007: 106-107), situs Detik.com sejak awal berdirinya tahun
1998 dirancang untuk diakses secara gratis oleh pembaca. Oleh karena itu, sejak
kemunculan pertamanya, para pengelola memikirkan bagaimana agar newsonline ini
mendapat dukungan iklan. Untungnya, meski belum ada kepastian berapa orang yang
akan mengakses, rupanya perusahaan distributor prosesor merek Intel Pentium
bersedia mempertaruhkan dananya untuk memasang banner di Detik.com. Dengan
demikian, sejak pertama kali muncul, detikcom sesungguhnya sudah mendapat
dukungan dana dari pemasang banner iklan (Yusuf dan Supriyanto, Jurnal
Komunikasi, 2007: 106-107).
Seiring
dengan meningkatnya jumlah pengakses Detik.com, maka kalangan industri internet
dan komputer menjadi pelanggan utama pemasang banner. Memasuki tahun ketiga,
pangsa iklan Detik.com melebar ke lingkungan bisnis perbankan dan jasa keuangan
yang mulai menerapakan teknologi internet dan mobile untuk pengembangan
pasarnya. Selanjutnya memasuki tahun kelima, industri otomotif dan produk
kesehatan mulai ambil bagian, dan memasuki usia ketujuah banyak intitusi
pemerintah yang memasang beragam pengumuman di Detik.com.
Sampai
saat ini, harga pemasangan banner di Detik.com masaih dihitung secara flat,
minimal per dua pekan, maksimal per tahun. Namun memasuki tahun 2007, harga
banner akan dihitung berdasarkan jumlah page views atau jumlah klik atas banner
yang terpasang. Dengan harga per views atau per klik tertentu, maka pemasanga
iklan dapat menetapkan terget tersendiri berapa pengakses yang diinginkan untuk
melihat atau mengkilik banner yang dipasangannya. Model pembayaran banner
seperti ini juga dimaksudkan untuk mengurangi jumlah banner di halaman depan
yang kian padat, padahal mulai tahun kelima para pengakses Detik.com sudah
banyak yang menghindari halaman depan, tapi langsung ke halaman kanal untuk
mengakses berita tertentu yang diinginkannya (Yusuf dan Supriyanto, Jurnal
Komunikasi, 2007: 106-107).
Seiring
dengan perkembangan teknologi mobile, Detik.com juga memasarkan produknya untuk
dijajarkan lewat telepon seluler. Memasuki tahun 2001, Detik.com mulai
memasarkan foto dan teks berita singkat lewat teknologi MMS dan SMS. Namun
pemasaran foto, baik foto peristiwa maupun profil tokoh, ternyata tidak menarik
minat masyarakat sehingga segera dihentikan. Sedangkan penjualan berita singkat
via SMS terus berlanjut sampai sekarang baik dengan sistem langganan (push)
maupun ketengan (pull). Selanjutnya, dengan munculnya teknologi GPRS di mobile,
maka teks lengkap berita Detik.com bisa diakses lewat telepon seluler.
Menanggapi
kritik pengakses atas banyaknya banner yang tampil di situs Detik.com, tahun
2004 dibangunlah DetikPortal.com yang merupakan layanan berbayar. Dengan
demikian, bagi pengakses yang tidak mau terganggu dengan banyaknya banner di
Detik.com bisa berlangganan DetikPortal untuk mengikuti berita-berita yang
dimuat Detik.com. Dari sisi konten, pelanggan DetikPortal juga mendapatkan
nilai tambah, karena situs ini menyediakan konten tambahan berupa berita-berita
daerah yang ada di puluhan media lokal, juga beberapa konten khusus yang ada
diterbitkan koran atau majalah khusus. Inilah praktik sindikasi yang dikerjakan
Detikcom selain menjual konten ke media/perusahaan lain. Selain dapat mengakses
DetikPortal lewat internet, para pelanggan DetikPortal juga bisa mengakses
Detik.com lewat telepon seluler yang mempunyai fasilitas GPRS. Ini merupakan
praktik sederhana konvergensi, di mana konten Detik.com bisa diakses lewat
internet dan mobile. Ke depan praktik konvergensi media akan menjadi keharusan
dunia media karena mempermudah pelanggan untuk mendapatkan informasi yang
diinginkan (dari sekian banyak informasi yang tersedia) lewat beragam jenis
media (cetak, radio, televisi, internet, dan mobile) yang mereka pilih sesuai
situasi dan kondisi (Yusuf dan Supriyanto, Jurnal Komunikasi, 2007: 106-107).
[1]
Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia. Peneliti di Pusat Kajian
Media dan Budaya Populer (PKMBP) Yogyakarta dan Pemantau Regulasi dan Regulator
Media (PR2MEDIA) Yogyakarta.
3. Tujuan dan fungsi Periklanan
Pada dasarnya tujuan akhir periklanan adalah untuk merangsanga atau
mendorong terjadinya penjualan (sales). Untuk mencapai tujuan itu, ada beberapa
hal yang perlu dilakukan. Secara umum tujuan periklanan adalah sebagai berikut
:
1. Menciptakan pengenalan merek / produk /
perusahaan
Melalui periklanan khalayak akan mengetahui keberadaan merk, produk
maupuin perusahaan pasar.
2. Memposisikan
Melalui periklanan perusahaan pasar dapat memposisikan produknya dengan
membedakan diri dengan produk pesaing.
3. Mendorong prospek untuk mencoba
Dengan menyampaikan pesan-pesan yang persuasive, khalayak didorong untuk
mencoba menggunakan produk atau merk yang ditawarkan.
4. Mendukung terjadinya penjualan
Dengan beriklan diharapkan konsumen bertindak untuk membeli produk
5. Membina loyalitas
Dengan beriklan akan semakin memantapkan keberadaan pelanggan yang loyal.
Artinya perusahaan ingin menyampaikan bahwa merk dan produk yang pernah
digunakan konsumen masih tetap ada dipasar.
6. Mengumumkan cara baru pemanfaatan
Inovasi atau cara baru pemanfaatan dapat dapat diketahui khalayak melalui
iklan
7. Meningkatkan citra
Dengan iklan akan meningkatkan citra produk, merk maupun perusahaan.
Fungsi danTujuan Periklanan
1. Sumber Informasi
Dengan iklan, dapat membantu masyarakat unruk memilih altenatif produk
yang lebih baik atau yang lebih sesuai dengan kebutuhannya. Artinya iklan dapat
memberikan informasi yang lebih banyak daripada yang lainnya, baik tentang
produknya, distribusi atau tempat pembeliannya atau informasi lain yang
mempunyai kegunaan bagi masyarakat.
2. Kegiatan Ekonomi
Periklanan mendorong pertumbuhan perekonomian karena produsen didorong
utnuk tetap memproduksi dan memperdagangkan produk untuk melengkapi kebutuhan
masyarakat yang terus berkembang.
3. Pembagi Beban Biaya
Periklanan membantu tercipatanya skala ekonomi yang besar bagi setiap
produk, sehingga menurunkan biaya produksi dan distribusi per unit atas produk
tersebut, dan pada akhirnya memurahkan harga jualnya kepada masyarakat.
4. Sumber Dana Media
Periklanan merupakan salah satu sumber dana media yang menunjang media
untuk tetap eksis. Munculnya banyak media membuat persaingan semakin ketat.
5. Identitas produsen
Melalui kegiatan periklanan, masyarakat akan mengetahui produsen. Ada
perusahaan yang dalam iklannya memnonjolkan perusahaanya
6. Sarana Kontrol
Melalui kegiatan periklanan, masyarakat dapat membedakan produk-produk
sah dengan tiruan.
Akan tetapi, selain berperan positif, berbagai pandangan negative tentang
iklan bermunculan, diantaranya adalah :
1. Iklan dianggap merusak tata bahasa yang berlaku
2. Iklan dianggap dapat mendorong orang menjadi
matrealistis
3. Iklan dianggap dapat mendorong orang membeli
barang yang tidak diinginkan
4. Iklan dianggap terlalu berlebihan
5. Iklan dianggap menciptakan suatu stereotip
D.Periklanan dan Unsur Promosi
Perikalanan (advertising) adalah salah satu bentuk komunikasi massa yang
bersifat komersil dan non personal dengan tujuan untuk menimbulkan kegiatan
tertentu yang akan memeberi keuntungan bagi pemasangnya yang berupa peningkatan
image atau penjualan suatu produk. Ada beberapa cirri yang digunakan dalam
periklanan yaitu :
a. Mengkomunikasikan tema
Periklanan mengkomunikasikan pesan penjualan tentang sutu produk dengan
suatu tema teertentu pada khalayak
b. Bersifat jangka panjang
Periklanan memiliki dampak yang tidak langsung dan dilakukan dalam
konteks upaya promosi
c. Membangun citra
Periklanan ditujukan untuk membentuk citra baik terhadap manfaat suatu
produk yang ditawarkan
d. Membedakan diri
Setiap iklan pasti berusaha menunjukan identitas produk dan produsennya
secara tegas, sehbingga terlihat perbedaan da keunggulannya dibandungkan dengan
produk pesaing
e. Memberi nilai
Iklan memberi nilai “anggapan” terhadap produk atau jasa yang ditawarkan
sehingga akan muncul persepsi teretentu dalam diri konsumen terhadap produk
tersebut.
E. Komponen-komponen Perencanaan Periklanan
Perencanaan periklanan
harus sejalan dengan perencanaan marketing (marketing Planning) :
1. Tujuan Periklanan
a) Harus sejalan dengan tujuan pemasaran atau dengan
kata lain tujuan periklanan hanya bisa ditetapkan jika tujuan pemasaran suatu
produk telah ditransformasikan kedalam tujuan promosi.
b) Dalam tujuan periklanan harus menjabarkan berapa
% tingkat awareness (sadar kenal/ tanggapan) yang diharapkan terhadap target
audience
c) Dalam tujuan promosi biasanya dinyatakan berapa
banyak orang yang diharapkan tahu tentang promosi yang disampaikan dan pada
tingkatan yang bagaimana.
d) Selanjutnya ditetapkan berapa banyak yang harus
menjadi tanggung jawab periklanan dan berapa banyak dari unsure-unsure promosi
lainnya.
e) Bila senadainya aktivitas unsure-unsure promosi
lainnya dianggap tidak diperlukan dengan sendirinya target audience tersebut
harus menjadi tanggung jawab sepenuhnya periklanan
f) Langkah berikutnya adalah menentukan tingkat
tanggapan yang bagaimana yang diharapkan sehingga khalayak sasaran bersedia
membeli produk yang diiklankan.
2. Strategi Periklanan
Ada dua syarat utama yang harus dipenuhi :
a. Siapa khalayak sasaran perikalanan
b. Bagaimana membuat khalayak sasaran periklanan
tersebut tahu tentang iklan produk kita sehingga tercapai yang dinyatakan oleh
tujuan periklanan.
3. Program
Dinyatakan dalam bentuk penjabaran strategi peiklanan yang dikaitkan
dengan unsure waktu
4. Anggaran
Dinyatakan dalam bentuk rincian atas kebutuhan untuk kegiatan-kegiatan
periklanan
Ø SYARAT IKLAN YANG BAIK
1. Iklan yang Baik Menurut Teori AIDCA
Terdapat beberapa pendapat mengenai iklan yang
bagus. Menurut Kasali (1995: 83:86) iklan yang bagus paling tidak memenuhi
kriteria rumus yang disebut AIDCA. Rumus itu merupakan singkatan dari dari
elemen-elemen:
1. Attention (perhatian)
2. Interest (minat)
3. Desire (kebutuhan)
4. Conviction (keinginan)
5. Action (tindakan)
Dalam elemen Attention, iklan harus mampu
menarik perhatian khalayak sasaran. Untuk itu, iklan membutuhkan bantuan
ukuran, penggunaan warna, tata letak, atau suara-suara khusus.
Untuk elemen Interest, iklan berurusan dengan
bagaimana konsumen berminat dan memiliki keinginan lebih jauh. Dalam hal ini
konsumen harus dirangsang agar mau membaca, mendengar, atau menonton
pesan-pesan yang disampaikan. Selain itu, iklan juga harus memiliki komponen Desire,
yaitu mampu menggerakkan keinginan orang untuk memiliki atau menikmati produk
tersebut.
Setelah itu, iklan juga harus mempunyai elemen Conviction,
yang artinya iklan harus mampu menciptakan kebutuhan calon pembeli. Konsumen
mulai goyah dan emosinya mulai tersentuh untuk membeli produk tersebut.
Akhirnya, elemen Action berusaha membujuk calon pembeli agar sesegera
mungkin melakukan suatu tindakan pembelian. Dalam hal ini dapat digunakan kata
beli, ambil, hubungi, rasakan, bunakan, dan lain-lain.
Namun demikian, dalam era yang serba over comunication
iklan ini, penulis iklan harus cukup hati-hati. Banyak kalangan yang merasa
alergi melihat iklan. Salah satu di antaranya karena iklan tersebut membosankan
atau terlalu terkesan memaksa, seperti iklan berikut.
Disisi lain kita juga perlu memperhatikan rencana
strategi pemasaran secara umum. Tentu saja target iklan untuk produk baru, akan
sangat berbeda dengan iklan untuk produk yang sudah lama melekat dalam benak
konsumen.
Begitu juga golongan target audience atau
calon konsumen dan ciri fungsi produk dari iklan -- mempengaruhi pemakaian
kata-kata yang akan dipakai. Bahasa yang dipakai untuk iklan yang target
audience-nya anak-anak tentu berbeda dengan iklan yang target audience-nya
orang dewasa laki-laki .Bahasa yang dipakai untuk iklan rokok tentu berbeda
dengan iklan yang dipakai untuk iklan obat masuk angin. Untuk iklan obat masuk
angin copywriter dapat menggunakan kata "segeralah minum obat
X", namun untuk iklan rokok kata-kata itu tidak dapat digunakan. Di sini
yang membedakan adalah ciri fungsi iklan. Obat masuk angin dipakai langsung
untuk mengobati penyakit yang sering diidap oleh masyarakat. Sementara rokok
digunakan konsumen untuk kenikmatan dan gaya hidup.
Oleh karena itu, rumus AIDCA sebagai syarat untuk
iklan yang baik, tidak begitu relevan untuk saat ini. Hakim (2006: 49-63),
menawarkan rumus iklan baik yang disebut dengan SUPER "A".
2. Iklan Baik:
SUPER "A"
Rumus iklan SUPER "A" selain sesuai dengan
kondisi masyarakat saat ini yang over comunication, juga memperhatikan
rencana strategi pemasaran, golongan konsumen, serta ciri fungsi produk. Rumus
SUPER "A" merupakan singkatan dari elemen-elemen berikut ini.
a. Simple (S)
Simple artinya sederhana. Untuk brand baru
kesederhanaaan ini dipahami sebagai "dapat dimengerti sekali lihat".
Contohnya Iklan Kit Kat dengan slogannya "ada break ada Kit Kat."
Slogan ini dengan mudah masuk dalam ingatan kita bahwa Kit Kat adalah makanan
ringan untuk waktu istirahat.
b. Unexpected (U)
Unexpected artinya tidak terduga. Di tengah derasnya
arus iklan yang kita lihat setiap harinya, iklan yang baik adalah iklan yang
idenya tidak terduga, di luar bayangan kita sehingga kita berdecak kagum. Iklan
seperti ini akan selalu diingat dan menjadi the top of mind, paling
tidak dalam segmentnya.
c. Persuasive (P)
Persuafif disebut juga dengan daya bujuk, yang
berarti mempunyai kemampuan menyihir orang untuk melakukan sesuatu. Iklan yang
berpersuasif mampu menggerakkan konsumen untuk mendekatkan diri dengan brand
dan tertarik untuk mencobanya.
Jangan lupa, daya persuasif sebuah iklan harus
diarahkan pada brand. Sasarannya adalah konsumen tertarik kepada brand
dari sebuah produk. Jangan sampai yang menjadi top of the Mind konsumen
adalah iklan, bukan brand itu sendiri.
Jadi, benarlah adanya bahwa brand adalah hero
(Hakim: 2006:57), brand adalah panglima (Dewi, 662005).
d. Entertaining (E)
Pernahkah Anda merasa kesal menonton iklan? Ataukah
Anda merasa seperti dibodohi, dipaksa, dan merasa waktu Anda sia-sia untuk
melihat iklan? Atau sebaliknya, Anda merasa terhibur ketika melihat sebuah
iklan, berdecak melihatnya, dan ingin melihat lagi gambar atau tayangan iklan
tersebut?
Dalam era yang sudah over comunication dan
juga over iklan ini, pembuat iklan harus kreatif. Jangan sampai pesan yang kita
sampaikan dalam iklan, menjadi tidak tersampaikan karena konsumen merasa kesal
melihat iklan yang ditayangkan. Lebih lagi, jika kita menginginkan iklan yang
kita buat teringat di benak konsumen.
Iklan yang standar mungkin tidak mengesalkan hati
konsumen, namun iklan itu juga tidak akan tertanam dalam benak konsumen.
Sebaliknya, iklan yang baik akan tertanam di benak konsumen. Iklan -iklan
tersebut mengandung unsur hiburan.
Iklan yang mempunyai sifat menghibur mampu memainkan
emosi konsumen untuk tertawa, menyanyi, menari, menangis, atau terharu. Iklan
seperti itu mampu mengangkat simpati konsumen terhadap brand yang diiklankan.
e. Relevevant (R)
Dalam beriklan, kita dituntut untuk kreatif.
Penyampaian iklan tidak harus lugas menunjukkan persuafif agar konsumen segera
menggunakan iklan yang kita tawarkan. Iklan yang baik harus memnggunakan
berbagai gaya berbahasa: asosiasi, analogi, hiperbola, metafora, dan lain-lain.
Atau dengan kata lain, iklan bolehlah melantur kemana-mana, dengan syarat harus
relevan. Iklan yang baik harus dapat dipertanggungjawabkan, harus tetap dapat
dirasionalisasi, harus ada hubungan dengan brand dari produk yang kita
iklankan.Iklan harus relevan dgn brand, baik brand positioning,
maupun brand personality. Eksekusi (produksi) dari iklan harus
diperuntukkan untuk brand. Sekali lagi brand adalah hero, brand
adalah panglima. Dan, iklan harus relevan dengan brand.
f. Acceptable (A)
Unsur acceptable atau penerimaan sangat berkaitan
dengan budaya yang berlaku di masyarakat. Membandingkan secara langsung produk
kompetitor dengan produk yang kita iklankan, dirasa tidak dapat di terima oleh
masyarakat. Begitu juga dengan iklan yang menampilkan kekerasan.
Iklan yang baik, adalah iklan yang dapat diterima
oleh masyarakat, sesuai dengan nilai budaya setempat. Kode Etik Periklanan dan
Undang-undang tentang perlindungan konsumen merupakan kesepakatan yang memcerminkan
kepentingan masyarakat. Janganlah iklan melanggarnya. Meskipun demikian,
terdapat beberapa bagian dari kesepakatan itu yang bersifat grey area, sehingga
susah dijadikan pegangan. Untuk itu, berpeganglah pada hati nurani. Kita
dianugerahi Tuhan sebuah hati nurani yang mampu menuntun kita untuk menilai
apakah iklan yang kita buat, sesuai atau tidak dengan nilai-nilai budaya di
masysrakat.
Tentu kita tetap menginginkan iklan yang kita buat
menjadi the top of the Mind , sekaligus menjadi pendongkrak penjualan.
Untuk itu, iklan yang baik haruslah dapat diterima oleh masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA :
Muwarni, E.(2004). Dasar-dasar Periklanan.
Jakarta : Wacana Jurnal Ilmiah Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Komunikasi
Universitas Dr. Moestopo Beragama.
Sumber:
Yusuf, Iwan Awaluddin. “sejarah periklanan | 1” http://bincangmedia.wordpress.com/sejarahperiklanan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar